Kasus I
Pembunuhan Munir Said Thalib
Munir Said Thalib bukan
sembarang orang, dia adalah aktifis HAM yang pernah menangani
kasus-kasus pelanggaran HAM. Munir lahir di Malang, 8 Desember 1965.
Munir pernah menangani kasus pelanggaran HAM di Indonesia seperti kasus
pembunuhan Marsinah, kasus Timor-Timur dan masih banyak lagi. Munir
meninggal pada tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat Garuda
Indonesia ketika ia sedang melakukan perjalanan menuju Amsterdam,
Belanda. Spekulasi mulai bermunculan, banyak berita yang mengabarkan
bahwa Munir meninggal di pesawat karena dibunuh, serangan jantung bahkan
diracuni. Namun, sebagian orang percaya bahwa Munir meninggal karena
diracuni dengan Arsenikum di makanan atau minumannya saat di dalam
pesawat.
Analisis Kasus
Jenis Pelanggaran
- PASAL 28 A "Setiap orang berhak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya."
- PASAL 28 D (1) "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum."
- 20 Nov 2004 Istri Munir, Suciwati mendapat teror di rumahnya di Bekasi
- Ratusan aktivis dan korban pelanggaran HAM berdemo di depan istana untuk meminta Presiden SBY agar segera membentuk tim investigasi independen kasus Munir.
Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari
Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan
terhadap Munir. Selain itu Presiden Susilo juga membentuk tim
investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak
pernah diterbitkan ke publik. Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr
(Wakil Ketua Umum Partai Gerindra) ditangkap dengan dugaan kuat bahwa
dia adalah otak pembunuhan Munir. Namun , pada 31 Desember 2008, Muchdi
divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan kasus ini tengah
ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah
diperiksa.
Kasus II
Pembunuhan Aktivis Buruh Wanita, Marsinah
Marsinah merupakan salah satu buruh yang bekerja di PT. Catur Putra
Surya (CPS) yang terletak di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Masalah
muncul ketika Marsinah bersama dengan teman-teman sesama buruh dari PT.
CPS menggelar unjuk rasa, mereka menuntut untuk menaikkan upah buruh
pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Dia aktif dalam aksi unjuk rasa buruh.
Masalah memuncak ketika Marsinah menghilang dan tidak diketahui oleh
rekannya, dan sampai akhirnya pada tanggal 8 Mei 1993 Marsinah ditemukan
meninggal dunia.
Jenis Pelanggaran
Tidak ada solusi memuaskan dalam kasus ini, total jumlah terdakwa pada waktu itu ada 10 orang, salah satunya anggota TNI. Di pengadilan tingkat pertama mereka di vonis antara empat hingga 17 tahun penjara dan dikuatkan di pengadilan tinggi. Di tingkat kasasi Mahkamah Agung semasa pemerintahan Presiden BJ Habibie, mereka divonis bebas murni.
- PASAL 28 A "Setiap orang berhak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya."
- PASAL 28 D (2) "Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja."
- Dalam garis waktu aksi protes tersebut, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250
Tidak ada solusi memuaskan dalam kasus ini, total jumlah terdakwa pada waktu itu ada 10 orang, salah satunya anggota TNI. Di pengadilan tingkat pertama mereka di vonis antara empat hingga 17 tahun penjara dan dikuatkan di pengadilan tinggi. Di tingkat kasasi Mahkamah Agung semasa pemerintahan Presiden BJ Habibie, mereka divonis bebas murni.